Break Even Point adalah keadaan suatu usaha ketika tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Oleh karena itu analisis break even point atau titik impas produksi digunakan guna menunjukkan tingkat produksi, dalam hal ini produksi pada usaha jamur tiram putih di P4S Nusa Indah yang tidak menyebabkan kerugian maupun keuntungan.
Selain itu, analisis BEP yang dilakukan dapat mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian, mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu, mengetahui seberapa jauh berkurangnya penjualan, serta mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya, dan volume penjualan terhadap keuntungan.
Dengan kata lain, dalam kondisi demikian laba yang diperoleh adalah nol (impas). Pada analisis ini, titik impas produksi selain dinyatakan dalam satuan kilogram, juga dinyatakan dalam satuan rupiah. Menurut Halim (2007:188), penggunaan rumus BEP agar bisa diterapkan, harus memenuhi asumsi bahwa suatu perusahaan dengan produk output lebih dari satu maka perhitungan BEP-nya dilakukan satu per satu secara terpisah.
Dalam menentukan titik impas (BEP) produksi perlu diketahui biaya produksi total dan penerimaan total. Untuk biaya produksi total harus diketahui terlebih dahulu biaya tetap total dan biaya variabel total seperti yang terlihat pada Tabel berikut ini.
Pada Tabel diatas tersebut, dapat diketahui nilai biaya tetap dan biaya variabel. Oleh karena itu maka dapat dilakukan analisis break even point di usaha jamur tiram putih P4S Nusa Indah seperti yang terlihat pada Tabel di bawah ini.
Berdasarkan hasil analisis break even point seperti yang terlihat pada Tabel 30 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa usaha jamur tiram putih P4S Nusa Indah mampu mendatangkan keuntungan karena volume produksi dan harga jual baglog jamur tiram putih siap panen, paket kemitraan investasi usahatani jamur tiram putih, dan budidaya jamur tiram putih dengan sistem kemitraan yang dihasilkan lebih tinggi daripada titik impasnya atau BEP (Break Even Point).
Produk baglog jamur tiram putih siap panen yang dihasilkan sebanyak 60.000 baglog dengan harga jual pokok sebesar Rp. 1.866,67,- yang berarti lebih tinggi daripada nilai titik impas produksi sebesar 48.155 baglog dan titik impas harga jual sebesar Rp. 1.498,13,-.
Begitu pun dengan volume produksi dan harga jual paket kemitraan investasi usahatani jamur tiram putih yang diberikan P4S Nusa Indah juga lebih tinggi daripada titik impasnya. Nilai BEP volume produksi yangdihasilkan sebanyak 3,25 kumbung (setara dengan 3 kumbung ukuran 70 m2 dan 1 kumbung ukuran 17,5 m2) dan BEP harga jual sebesar Rp. 8.187.500,- sedangkan volume produksi pada jasa paket kemitraan investasi usahatani jamur tiram putih sebanyak 4 kumbung ukuran 70 m2 serta harga jual dalam paket ini sebesar Rp. 10.000.000,-.
Hal yang sama juga terjadi pada hasil analisis BEP volume produksi dan BEP harga jual pada budidaya jamur tiram putih dengan sistem kemitraan. Volume produksi dan harga jual yang ada ternyata lebih tinggi dari nilai titik impas volume produksi dan harga jual. Volume produksi pada budidaya jamur tiram putih dengan sistem kemitraan berada pada tingkat 14.002,25 kg sedangkan BEP volume produksi menempati level (tingkat) 13.690,50 kg dan harga jual yang ditetapkan sebesar Rp. 9.000,- sedangkan nilai titik impasnya sebesar Rp. 8.799,62,-.
Walaupun perbedaan antara nilai BEP volume produksi dan harga jual dengan volume produksi dan harga jual yang ada tidak terlalu besar bahkan cenderung relatif kecil. Hal ini tidak sampai menggeser makna bahwa usaha jamur tiram putih yang dijalankan P4S Nusa Indah selama perode November 2010 – Mei 2011 menjadi tidak menguntungkan dan tidak layak. Namun justru sebaliknya, usaha tersebut telah mampu memberikan keuntungan bagi pelaku usahanya berdasarkan hasil analisis break even point.
Lebih lanjut analisis break even point dapat pula dinyatakan dalam nilai BEP penerimaan. Nilai BEP penerimaan merupakan suatu titik yang dapat menjadi salah satu indikator keseimbangan antara laba dan rugi suatu usaha. Pada usaha jamur tiram putih di P4S Nusa Indah, saat dianalisis menggunakan BEP penerimaan maka akan diperoleh nilai :
sebesar Rp. 18.283.272,- untuk titik impas produks penerimaan sebesar Rp. 118.000.000,- sedangkan titik impas (break even point) penerimaan yang diperoleh berada pada nilai Rp. 18.283.272,-, berarti tingkat penerimaan yang diperoleh lebih tinggi dari pada nilai BEP penerimaan. Hal serupa juga ditemui pada paket kemitraan investasi usahatani jamur tiram putih yang memperoleh penerimaan lebih tinggi daripada hasil perhitungan titik impas. Penerimaan yang diperoleh P4S Nusa Indah pada paket kemitraan investasi usahatani jamur tiram putih adalah sebesar Rp. 40.000.000,-. sedangkan nilai perolehan rupiah minimum berdasarkan hasil perhitungan BEP penerimaan berada pada posisi Rp. 3.750.000,-. Kemudian sama halnya pada budidaya jamur tiram putih dengan sistem kemitraan yang memperoleh penerimaan yang lebih tinggi dari pada nilai titik impas. Hasil perhitungan analisis BEP penerimaan memunculkan nilai sebesar Rp. 62.209.803,-, sedangkan jumlah
penerimaan yang diperoleh adalah sebesar Rp. 126.020.250,-. Hal tersebut dapat digunakan sebagai salah satu indikator keuntungan dan bahkan kelayakan suatu usaha. Ini berarti dapat ditafsirkan bahwa usaha jamur tiram putih yang dijalankan P4S Nusa Indah selama periode November 2010 – Mei 2011 mampu memberikan keuntungan karena kondisi dan posisi penerimaan yang ada saat itu lebih tinggi daripada nilai titik impas yang dimunculkan oleh hasil analisis BEP penerimaan.
Hal ini berarti untuk mencegah kerugian dan mempertahankan tingkat penerimaan maka unit usaha jamur tiram putih P4S Nusa Indah harus menstabilkan volume produksi lebih dari titik minimum. Untuk baglog jamur tiram putih siap panen yang dijual harus dipertahankan pada titik produksi lebih dari 48.155 baglog dan harga jual per baglog tidak kurang dari Rp. 1.498,13,-.
Selain itu, dari sejumlah baglog yang dihasilkan tersebut batas minimum hasil penjualan baglog jamur tiram putih siap penen adalah Rp. 18.283.272,-. Sedangkan untuk paket kemitraan investasi usahatani jamur tiram putih agar tetap berada pada kondisi menguntungkan maka minimal permintaan jasa adalah pembangunan 3,25 unit kumbung (setara dengan 3 unit kumbung ukuran 70 m2 dan 1 unit kumbung ukuran 17,5 m2) dengan tingkat penerimaan harus lebih dari Rp. 3.750.000,-.
Kemudian untuk budidaya jamur tiram putih dengan sistem kemitraan, batas minimum produksi jamur tiram putih segar adalah 13.690,50 kg dan harga jual tidak kurang dari Rp. 8.799,62,-/kg dengan tingkat terendah penerimaan akan hasil penjualan sebesar Rp. 62.209.803,-.
Semua fenomena di atas mengindikasikan bahwa kegiatan-kegiatan produktif yang dijalankan unit usaha jamur tiram putih tidak merugikan P4S Nusa Indah mengingat nilai titik impas ketiganya yang lebih rendah daripada volume produksi, harga jual, dan nilai penjualan (penerimaan). Oleh karena itu, produksi sejumlah 60.000 baglog jamur tiram putih siap panen, dan 14.002,25 kg jamur tiram putih segar serta jasa pembangunan 4 kumbung dengan harga jual masing- masing yang menghasilkan sejumlah penerimaan dari setiap produk mampu memberikan keuntungan.
Selama periode November 2010 – Mei 2011 tersebut. P4S Nusa Indah mampu memproduksi dan menjual produknya pada tingkat yang lebih tinggi daripada batas minimum penjualan dan memperoleh penerimaan yang lebih tinggi daripada tingkat terendah hasil penjualan. Sehingga dapat dikatakan usaha jamur tiram putih yang dijalankan menguntungkan dan layak untuk terus dilanjutkan
Referensi Sumber :
Zulfahmi A. 2011. Analisis Biaya dan Pendapata Usaha Jamur Tiram Putih Model Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah. Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta